Menuju Puskesmas BLUD

Puskesmas Mantingan, Salah Satu Proyek Percontohan Menuju Puskesmas BLUD Saat ini, di Indonesia terdapat sekitar 9000 Puskemas,158 diantaranya berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pada tahun 2013 ada tambahan 168 Puskesmas menjadi BLUD, dan 101  dalam proses pengusulan menjadi BLUD, sebagaimana dikemukakan oleh Menko Kesra Agung Laksono baru-baru ini kepada mass media (MI, Sabtu 11 Januari 2014).
Dari data tersebut ternyata bahwa sampai saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia.99,96% Puskesmas berstatus non BLUD. Hanya 0.036% telah bersatus BLUD.

Pengelolaan keuangan Puskesmas non BLU tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya. Seluruh pendapatan yang diperoleh Puskesmas harus disetor ke kas daerah. Kemudian dialokasikan kembali ke Puskesmas sebagai bagian dari  Rencana Kerja yang diusulkan oleh Satuan Unit Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menjadi induknya.

Boleh jadi alokasi anggaran yang diterima Puskesmas tidak sesuai dengan skala prioritas yang telah direncanakan oleh Puskesmas yang bersangkutan.
Sedangkan Puskesmas yang berstatus BLUD pengelolaan keuangannya lebih fleksibel. Fleksibilitas yang diberikan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Disamping itu, juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta  kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.Ketentuan tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.

Sayangnya, sebagian besarPuskesmas bersatus non BLU sehingga  tidak fleksibel dalam pengelolaan keuangannya. Berbagai masalah administrative dan procedural pengelolaan keuangan yang rumit  harus dipenuhi.Akibatnya dapat menghambat  pelayanan kesehatan kepada  Peserta program Jaminan Kesehatan.Belum lagi jika dikaitkan dengan peningkatan volume kerja yang tidak sebanding dengan  remunerasi para dokter  dan perawat di Puskesmas. Masalahnya  semakin kompleks.


Kegiatan Sosialisasi Puskesmas sebagai BLUD Di Kabupaten NgawiPuskesmas Sebagai BLUD
BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai BLUD.

 Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Sedangkan Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.

Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian Negara /lembaga /SKPD/ pemerintah daerah.

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:

  •  Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
  •  Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
  •  Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis terpenuhi apabila:

  • kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
  • kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:

  •     pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi       masyarakat;
  •     pola tata kelola;
  •     rencana strategis bisnis;
  •     laporan keuangan pokok;
  •     standar pelayanan minimum; dan
  •     laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
a. Pemimpin ;
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis.
Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:

a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.

Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam pertanggungjawabannya.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, BLU wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina. Demikian pula dalam pertanggungjawabannya, BLU harus mampu menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakannya dalam kaitannya dengan layanan yang telah direalisasikan. Oleh karena itu, BLU berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya. Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja (a contractual performance agreement), dimana menteri/pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan, dan BLU bertanggung jawab untuk menyajikan layanan yang diminta.

Dengan sifat-sifat tersebut, BLU tetap menjadi instansi pemerintah yang tidak dipisahkan. Dan karenanya, seluruh pendapatan yang diperolehnya dari non APBN/APBD dilaporkan dan dikonsolidasikan dalam pertanggungjawaban APBN/APBD.

Sehubungan dengan privilese yang diberikan dan tuntutan khusus yang diharapkan dari BLU, keberadaannya harus diseleksi dengan tata kelola khusus. Untuk itu, menteri/pimpinan lembaga/satuan kerja dinas terkait diberi kewajiban untuk membina aspek teknis BLU, sementara Menteri Keuangan/PPKD berfungsi sebagai pembina di bidang pengelolaan keuangan.

Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon. Sehubungan dengan itu, organisasi dan struktur instansi pemerintah yang berkehendak menerapkan PPK-BLU kemungkinan memerlukan penyesuaian dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian, BLU diharapkan tidak sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD, tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Asas BLU yang lainnya adalah:   
1. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk
2. BLU tidak mencari laba
3. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah
4. Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.

Puskesmas sebagai BLU, diberikan kebebasan dalam meningkatkan pelayanannya ke masyarakat. Puskesmas akan mengelola sendiri keuangannya, tanpa memiliki ketergantungan ke Pemkot seperti yang terjadi selama ini. Gagasan untuk menjadi BLUD sudah jelas secara institusional menjadi badan layan umum. Dalam hal ini, layanan kesehatan diberikan keleluasaan dalam konteks mengelola baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) hingga penganggaran.

Demi memberikan pelayanan yang yang lebih maksimal terhadap masyarakat, maka perubahan puskesmas menjadi BLUD bukan tidak mungkin untuk diwujudkan.

Sumber:

  1.  PP RI No.23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
  2.  Wikipedia Bahasa Indonesia
  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

Badan Layanan Umum Daerah

Ditjen Keuangan Daerah sudah mendorong pemerintah daerah agar menerapkan PKK-BLUD Bidang Kesehatan. Harus diakui, belum semua Puskesmas khususnya di daerah-daerah terpencil menerapkan PPK-BLUD. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum, yang namanya birokrasi pasti ada rigiditas, terutama di bidang keuangan. Pemerintah mengingatkan bahwa PPK-BLUD bukanlah BUMD yang sudah mengedepankan keuntungan perusahaan (profit oriented). Karena, akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas pemerintah daerah, belum dipisahkan. Harus dipahami bahwa BLUD bukan sebuah badan seperti halnya Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) atau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Untuk itu, SKPD bisa menerapkan PPK-BLUD, baik Unit Pengelola Teknis (UPT), RSUD, maupun Puskesmas. Ditjen Keuangan Daerah sangat mendorong rumah sakit untuk menerapkan PPK-BLUD. Sebab, dari sisi SDM, aksesibilitas informasinya sudah bisa dilakukan dengan baik. Pemerintah optimis RSUD yang menerapkan PPK- BLUD tidak akan mengalami kerugian dari sisi operasional.
Untuk itu, bagi daerah  yang rumah sakitnya belum menerapkan PPK-BLUD agar segera menerapkannya. Satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan implementasi BLUD, adalah aspek SDM. Misalnya, bagaimana hubungan Puskesmas dengan SKPD Dinas Kesehatan. Apakah sudah berjalan dengan baik. Tahun 2014, pemerintah memiliki agenda besar, yakni implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Meskipun bukan merupakan sesuatu yang baru, terutama bagi SKPD yang berkecimpung dalam bidang kesehatan. Program JKN ini perlu disosialisasikan kepada daerah. Di tingkat nasional, kita mempunyai program Jamkesmas. Demikian pula sejumlah pemerintah daerah menggulirkan program Jamkesmas dan Jamkesda secara bertahap tidak akan berlaku lagi.
Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan Sosialisasi Pedoman Penyusunan APBD TA 2014 kepada Sekda, Ketua DPRD,TAPD,  dan Banggar, pemerintah selalu menginformasikan pentingnya program JKN. Kita harus sepakat mengakselerasi program Jamkesda. Dalam hal ini, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah Pusat perlu menjembatani agar dana yang telah dialokasikan ke Jamkesda bisa berlanjut terintegrasi dengan Jamkesmas, yang namanya berubah menjadi JKN. Kemendagri bersama Kemenkes perlu menginformasikan masalah ini kepada daerah agar lebih intens. Kita berharap ada proses komunikasi yang baik di daerah, terutama SKPD yang menangani urusan kesehatan dengan TAPD.
Untuk itu, Kemendagri merasa perlu mengundang Kementerian  Kesehatan dan Dewan JKN agar bisa membantu pemerintah daerah mentransfer pengetahuan terkait kesiapan daerah dalam konteks penerapan JKN 2014. Kemendagri juga perlu memberikan catatan tentang kualitas belanja.
Data menyebutkan bahwa kualitas belanja APBD masih perlu ditingkatkan, di mana porsi belanja aparatur (untuk gaji pegawai) masih cukup besar. Selain pengurangan porsi belanja aparatur, pemerintah daerah juga memiliki alokasi pendanaan untuk pengembangan kapasitas infrastruktur terkait dengan kesehatan. Diharapkan, Kemenkes sudah memiliki peta distribusi pembangunan infrastruktur kesehatan. Kemenkes juga bisa menyalurkan alokasi dana dalam bentuk DAK kesehatan. Daerah memiliki kewenangan untuk menggunakan DAK sesuai peruntukkannya.
Bagi daerah DAK cukup penting dalam rangka pembangunan infrastruktur, khususnya di bidang kesehatan. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa belanja modal itu sifatnya “tidak abadi”, dengan kata lain akan mengalami penyusutan. Terkait dengan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di bidang kesehatan, hal itu juga akan menyebabkan penyusutan. Dengan demikian, diperlukan updating untuk menjaga ritme pelayanan di bidang kesehatan agar tetap dalam kondisi prima.
Saat ini yang perlu diperhatikan adalah skenario-skenario JKN 2014. Dalam hal ini, daerah agar mendiskusikan masalah tersebut secara detail operasional penerapan PPK-BLUD. Juga, perlu dicari pula dimana bottlenecking (sumbatannya), tetapi tetap di dalam satu payung (peraturan). Perlu dipahami pula mengapa PPK-BLUD menggunakan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA).
Tentu, karena PPK-BLUD merupakan unit pelayanan yang dikelola secara bisnis, meskipun misi utamanya tidak untuk mencari keuntungan (non-profit oriented). Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara jelas menyebutkan bahwa setiap uang di APBD dalam penggunaannya perlu dibuatkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Kalau RKA tidak dibuat maka menyalahi undang-undang. Untuk itu, jika pada SKPD lain disebut RKA maka di BLUD disebut RBA.
Kita berharap dengan diberlakukannya JKN pada 2014, sudah tidak ada lagi daerah yang masih belum paham terkait dengan PPK-BLUD. Sejak 2014, diharapkan sudah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan BLUD. Yang kita harapkan 2014 itu sudah melakukan ekstensifikasi seluruh Puskesmas. Kita harus mempersiapkan segala sesuatu serta berkomunikasi langsung dengan BPJS di 2014. Perlu disampaikan bahwa fungsi pelayanan publik yang menggunakan PPK-BLUD diharapkan tidak tertinggal dari swasta. Kita pun perlu melakukan inventarisasi permasalahan yang mungkin timbul terkait dengan penerapan PPK-BLUD dan JKN 2014. Harapan kita, tahun 2014 akan lebih baik disbanding tahun-tahun sebelumnya. (Sumber: Keuda-Kemendagri)
Sumber : http://www.haluanriaupress.com
- See more at: http://www.ppkblu.depkeu.go.id/index.php/baca/berita/82/badan-layanan-umum-daerah#sthash.4Z5Bsy2B.dpuf

Badan Layanan Umum Daerah

Ditjen Keuangan Daerah sudah mendorong pemerintah daerah agar menerapkan PKK-BLUD Bidang Kesehatan. Harus diakui, belum semua Puskesmas khususnya di daerah-daerah terpencil menerapkan PPK-BLUD. Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum, yang namanya birokrasi pasti ada rigiditas, terutama di bidang keuangan. Pemerintah mengingatkan bahwa PPK-BLUD bukanlah BUMD yang sudah mengedepankan keuntungan perusahaan (profit oriented). Karena, akuntabilitas pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas pemerintah daerah, belum dipisahkan. Harus dipahami bahwa BLUD bukan sebuah badan seperti halnya Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) atau Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Untuk itu, SKPD bisa menerapkan PPK-BLUD, baik Unit Pengelola Teknis (UPT), RSUD, maupun Puskesmas. Ditjen Keuangan Daerah sangat mendorong rumah sakit untuk menerapkan PPK-BLUD. Sebab, dari sisi SDM, aksesibilitas informasinya sudah bisa dilakukan dengan baik. Pemerintah optimis RSUD yang menerapkan PPK- BLUD tidak akan mengalami kerugian dari sisi operasional.
Untuk itu, bagi daerah  yang rumah sakitnya belum menerapkan PPK-BLUD agar segera menerapkannya. Satu hal yang perlu diperhatikan terkait dengan implementasi BLUD, adalah aspek SDM. Misalnya, bagaimana hubungan Puskesmas dengan SKPD Dinas Kesehatan. Apakah sudah berjalan dengan baik. Tahun 2014, pemerintah memiliki agenda besar, yakni implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Meskipun bukan merupakan sesuatu yang baru, terutama bagi SKPD yang berkecimpung dalam bidang kesehatan. Program JKN ini perlu disosialisasikan kepada daerah. Di tingkat nasional, kita mempunyai program Jamkesmas. Demikian pula sejumlah pemerintah daerah menggulirkan program Jamkesmas dan Jamkesda secara bertahap tidak akan berlaku lagi.
Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan Sosialisasi Pedoman Penyusunan APBD TA 2014 kepada Sekda, Ketua DPRD,TAPD,  dan Banggar, pemerintah selalu menginformasikan pentingnya program JKN. Kita harus sepakat mengakselerasi program Jamkesda. Dalam hal ini, perlu ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah Pusat perlu menjembatani agar dana yang telah dialokasikan ke Jamkesda bisa berlanjut terintegrasi dengan Jamkesmas, yang namanya berubah menjadi JKN. Kemendagri bersama Kemenkes perlu menginformasikan masalah ini kepada daerah agar lebih intens. Kita berharap ada proses komunikasi yang baik di daerah, terutama SKPD yang menangani urusan kesehatan dengan TAPD.
Untuk itu, Kemendagri merasa perlu mengundang Kementerian  Kesehatan dan Dewan JKN agar bisa membantu pemerintah daerah mentransfer pengetahuan terkait kesiapan daerah dalam konteks penerapan JKN 2014. Kemendagri juga perlu memberikan catatan tentang kualitas belanja.
Data menyebutkan bahwa kualitas belanja APBD masih perlu ditingkatkan, di mana porsi belanja aparatur (untuk gaji pegawai) masih cukup besar. Selain pengurangan porsi belanja aparatur, pemerintah daerah juga memiliki alokasi pendanaan untuk pengembangan kapasitas infrastruktur terkait dengan kesehatan. Diharapkan, Kemenkes sudah memiliki peta distribusi pembangunan infrastruktur kesehatan. Kemenkes juga bisa menyalurkan alokasi dana dalam bentuk DAK kesehatan. Daerah memiliki kewenangan untuk menggunakan DAK sesuai peruntukkannya.
Bagi daerah DAK cukup penting dalam rangka pembangunan infrastruktur, khususnya di bidang kesehatan. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa belanja modal itu sifatnya “tidak abadi”, dengan kata lain akan mengalami penyusutan. Terkait dengan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur di bidang kesehatan, hal itu juga akan menyebabkan penyusutan. Dengan demikian, diperlukan updating untuk menjaga ritme pelayanan di bidang kesehatan agar tetap dalam kondisi prima.
Saat ini yang perlu diperhatikan adalah skenario-skenario JKN 2014. Dalam hal ini, daerah agar mendiskusikan masalah tersebut secara detail operasional penerapan PPK-BLUD. Juga, perlu dicari pula dimana bottlenecking (sumbatannya), tetapi tetap di dalam satu payung (peraturan). Perlu dipahami pula mengapa PPK-BLUD menggunakan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA).
Tentu, karena PPK-BLUD merupakan unit pelayanan yang dikelola secara bisnis, meskipun misi utamanya tidak untuk mencari keuntungan (non-profit oriented). Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara secara jelas menyebutkan bahwa setiap uang di APBD dalam penggunaannya perlu dibuatkan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Kalau RKA tidak dibuat maka menyalahi undang-undang. Untuk itu, jika pada SKPD lain disebut RKA maka di BLUD disebut RBA.
Kita berharap dengan diberlakukannya JKN pada 2014, sudah tidak ada lagi daerah yang masih belum paham terkait dengan PPK-BLUD. Sejak 2014, diharapkan sudah tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan terkait dengan BLUD. Yang kita harapkan 2014 itu sudah melakukan ekstensifikasi seluruh Puskesmas. Kita harus mempersiapkan segala sesuatu serta berkomunikasi langsung dengan BPJS di 2014. Perlu disampaikan bahwa fungsi pelayanan publik yang menggunakan PPK-BLUD diharapkan tidak tertinggal dari swasta. Kita pun perlu melakukan inventarisasi permasalahan yang mungkin timbul terkait dengan penerapan PPK-BLUD dan JKN 2014. Harapan kita, tahun 2014 akan lebih baik disbanding tahun-tahun sebelumnya. (Sumber: Keuda-Kemendagri)
Sumber : http://www.haluanriaupress.com
- See more at: http://www.ppkblu.depkeu.go.id/index.php/baca/berita/82/badan-layanan-umum-daerah#sthash.4Z5Bsy2B.dpuf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM)

Sejarah Desa Banyuasin Kembaran Loano Purworejo

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Menuju Tua Yang Sehat, Mandiri dan Produktif