Mengubah Status Puskesmas Menjadi BLUD
Tanggal 14 Januari 2014,genap dua minggu BPJS Kesehatan beroperasi.
Sejumlah masalah memang masih membentang. BPJS harus bergerak maju.
Tidak ada kata mundur.Layar sudah dikembangkan. BPJS Kesehatan harus terus berlayar menempuh gelombang. Tantangan harus dihadapi dengan cerdas dan tabah.
Akar persoalannya harus digali dan dicari solusinya yang tepat.
Salah satu masalah yang cukup menonjol ialah mekanisme pengelolaan keuangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Saat ini, di Indonesia terdapat sekitar 9000 Puskemas,158 diantaranya berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pada tahun 2013 ada tambahan 168 Puskesmas menjadi BLUD, dan 101 dalam proses pengusulan menjadi BLUD, sebagaimana dikemukakan oleh Menko Kesra Agung Laksono baru-baru ini kepada mass media (MI, Sabtu 11 Januari 2014).
Dari data tersebut ternyata bahwa sampai saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia.
99,96% Puskesmas berstatus non BLUD. Hanya 0.036% telah bersatus BLUD.
Status Puskesmas mempengaruhi pengelolaan keuangannya.
Pengelolaan keuangan Puskesmas non BLU tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Seluruh pendapatan yang diperoleh Puskesmas harus disetor ke kas daerah. Kemudian dialokasikan kembali ke Puskesmas sebagai bagian dari Rencana Kerja yang diusulkan oleh Satuan Unit Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menjadi induknya.
Boleh jadi alokasi anggaran yang diterima Puskesmas tidak sesuai dengan skala prioritas yang telah direncanakan oleh Puskesmas yang bersangkutan.
Fleksibilitas yang diberikan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Disamping itu, juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.
Ketentuan tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Sayangnya, sebagian besarPuskesmas bersatus non BLU sehingga tidak fleksibel dalam pengelolaan keuangannya. Berbagai masalah administrative dan procedural pengelolaan keuangan yang rumit harus dipenuhi.
Akibatnya dapat menghambat pelayanan kesehatan kepada Peserta program Jaminan Kesehatan.
Belum lagi jika dikaitkan dengan peningkatan volume kerja yang tidak sebanding dengan remunerasi para dokter dan perawat di Puskesmas. Masalahnya semakin kompleks.
Rencana tersebut dapat dipahami.Karena dengan menjadi BLUD, Puskesmas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas tanpa mengutamakan mencari keuntungan.
Namun demikian, masalahnya ialah bagaimana mempercepat proses pengusulan 8573 Puskesmas untuk memperoleh izin mengelola keuangannya dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK BLU) ?
Puskesmas yang akan diusulkan menjadi BLUD harus memenuhi persyaratan substantif,teknis dan administrative sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Pasal tersebut menentukan “Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administrative”.
Kemudian Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa Menteri/pimpinan lembaga/ kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administrative untuk menerapkan PPK BLU kepada Menteri keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya, Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK BLU.
Banyak pihak yang terkait dalam proses penetapan Puskesmas menjadi BLUD.
Karena itu, sinergi diantara para pihak yang terkait diperlukan untuk mempercepat perubahan status puskesmas menjadi BLUD.
Pekerjaan besar ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang mantap.
Lebih-lebih lagi, waktu yang tersedia sangat singkat untuk menyelesaikan proses pemberian izin kepada Puskesmas untuk menerapkan PPK BLU, agar tidak ada dualisme status Puskesmas dan pengelolaan keuangannya dapat lebih fleksibel.
Sehubungan dengan itu,Menko Kesra yang ditugasi oleh Presiden untuk mengkoordinasikan proses perubahan status Puskesmas menjadi BLUD, menyatakan segera berkoordinasi dengan para pejabat yang terkait lain.
Dengan ditetapkannya seluruh Puskesmas menjadi BLUD diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab seluruh jajaran Puskesmas dalam menyajikan layanan kesehatan yang menjadi hak Peserta program Jaminan Kesehatan. Sementara itu, menteri/ pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan.
Dengan pembagian pertanggung jawaban yang lebih jelas, diharapkan pelaksanaan pelayanan kesehatan akan lebih baik.
Masing-masing dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugas pokoknya.-
sumber : www.jamsosindonesia.com
Sejumlah masalah memang masih membentang. BPJS harus bergerak maju.
Tidak ada kata mundur.Layar sudah dikembangkan. BPJS Kesehatan harus terus berlayar menempuh gelombang. Tantangan harus dihadapi dengan cerdas dan tabah.
Akar persoalannya harus digali dan dicari solusinya yang tepat.
Salah satu masalah yang cukup menonjol ialah mekanisme pengelolaan keuangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Saat ini, di Indonesia terdapat sekitar 9000 Puskemas,158 diantaranya berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), pada tahun 2013 ada tambahan 168 Puskesmas menjadi BLUD, dan 101 dalam proses pengusulan menjadi BLUD, sebagaimana dikemukakan oleh Menko Kesra Agung Laksono baru-baru ini kepada mass media (MI, Sabtu 11 Januari 2014).
Dari data tersebut ternyata bahwa sampai saat ini ada dualisme status Puskesmas di Indonesia.
99,96% Puskesmas berstatus non BLUD. Hanya 0.036% telah bersatus BLUD.
Status Puskesmas mempengaruhi pengelolaan keuangannya.
Pengelolaan keuangan Puskesmas non BLU tunduk pada ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Seluruh pendapatan yang diperoleh Puskesmas harus disetor ke kas daerah. Kemudian dialokasikan kembali ke Puskesmas sebagai bagian dari Rencana Kerja yang diusulkan oleh Satuan Unit Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang menjadi induknya.
Boleh jadi alokasi anggaran yang diterima Puskesmas tidak sesuai dengan skala prioritas yang telah direncanakan oleh Puskesmas yang bersangkutan.
BLUD LEBIH FLEKSIBEL
Sedangkan Puskesmas yang berstatus BLUD pengelolaan keuangannya lebih fleksibel.Fleksibilitas yang diberikan berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Disamping itu, juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga professional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya.
Ketentuan tersebut merupakan pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan Negara pada umumnya.
Sayangnya, sebagian besarPuskesmas bersatus non BLU sehingga tidak fleksibel dalam pengelolaan keuangannya. Berbagai masalah administrative dan procedural pengelolaan keuangan yang rumit harus dipenuhi.
Akibatnya dapat menghambat pelayanan kesehatan kepada Peserta program Jaminan Kesehatan.
Belum lagi jika dikaitkan dengan peningkatan volume kerja yang tidak sebanding dengan remunerasi para dokter dan perawat di Puskesmas. Masalahnya semakin kompleks.
SELURUH PUSKESMAS DIUBAH STATUS MENJADI BLUD
Karena itulah,pemerintah merencanakan seluruh Puskesmas akan diubah statusnya menjadi BLUD.Rencana tersebut dapat dipahami.Karena dengan menjadi BLUD, Puskesmas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas tanpa mengutamakan mencari keuntungan.
Namun demikian, masalahnya ialah bagaimana mempercepat proses pengusulan 8573 Puskesmas untuk memperoleh izin mengelola keuangannya dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLU (PPK BLU) ?
Puskesmas yang akan diusulkan menjadi BLUD harus memenuhi persyaratan substantif,teknis dan administrative sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Pasal tersebut menentukan “Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administrative”.
Kemudian Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah tersebut menentukan bahwa Menteri/pimpinan lembaga/ kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administrative untuk menerapkan PPK BLU kepada Menteri keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya, Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK BLU.
Banyak pihak yang terkait dalam proses penetapan Puskesmas menjadi BLUD.
Karena itu, sinergi diantara para pihak yang terkait diperlukan untuk mempercepat perubahan status puskesmas menjadi BLUD.
Pekerjaan besar ini memerlukan kerjasama dan koordinasi yang mantap.
Lebih-lebih lagi, waktu yang tersedia sangat singkat untuk menyelesaikan proses pemberian izin kepada Puskesmas untuk menerapkan PPK BLU, agar tidak ada dualisme status Puskesmas dan pengelolaan keuangannya dapat lebih fleksibel.
Sehubungan dengan itu,Menko Kesra yang ditugasi oleh Presiden untuk mengkoordinasikan proses perubahan status Puskesmas menjadi BLUD, menyatakan segera berkoordinasi dengan para pejabat yang terkait lain.
Dengan ditetapkannya seluruh Puskesmas menjadi BLUD diharapkan dapat meningkatkan tanggung jawab seluruh jajaran Puskesmas dalam menyajikan layanan kesehatan yang menjadi hak Peserta program Jaminan Kesehatan. Sementara itu, menteri/ pimpinan lembaga induk bertanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan.
Dengan pembagian pertanggung jawaban yang lebih jelas, diharapkan pelaksanaan pelayanan kesehatan akan lebih baik.
Masing-masing dapat lebih fokus dalam melaksanakan tugas pokoknya.-
sumber : www.jamsosindonesia.com
Komentar
Posting Komentar